Sabtu, 07 Februari 2015

NUSA TAWA, SAMPAI BERJUMPA PULA


Hari Sabtu ini adalah terakhir kalinya program sketsa Nusa Tawa hadir menghiasi layar kaca pemirsa melalui Trans 7. Setelah beberapa bulan bertahan, kami akhirnya harus menerima keputusan final untuk mengistirahatkan program Nusa Tawa. Tentu saja ada perasaan sedih. Karena bagaimana pun juga, sukses ataupun gagalnya acara ini, sedikit banyak saya terlibat langsung dalam proses pembuatannya sejak awal. Saya tentu saja bukan siapa-siapa, masih kecambah dalam rimba pertelevisian yang megah ini. Tetapi melalui Nusa Tawa saya belajar banyak hal, dan yang terutama saya bekerja dengan orang-orang yang menyenangkan. Tentu saja ada perasan sedih ketika semua ini harus berakhir.

Mungkin banyak orang hanya melihat program ini sebagai sekedar tayangan sketsa komedi, seperti yang sudah-sudah. Tetapi bagi saya, mampu menyisipkan unsur kedaerahan ditengah deraan budaya Pop yang sedemikian kuat, merupakan kebahagiaan tersendiri. Bisa bermain bersama Chun Funky Papua, Putri Nere, Billy Beatbox, Ronny Lau, Safiq, Dianda, Agus dan kawan-kawan lainnya, sungguh merupakan kehormatan. Mengikutkan Mop Papua dan memperkenalkan dialek Indonesia Timur dari berbagai pelosok, meskipun sekedar melalui sketsa komedi, tetapi semoga bisa membuat kita bisa saling mengenali satu sama lain. 

Tantangan terbesar dari merakit suatu program komedi adalah harus bisa memuculkan tawa dalam waktu yang relatif singkat. Sebagai seorang Stand Up Comedian, saya merasa bahwa tekanan dan beban dalam merangkai sebuah set up dan punchline dalam suatu sketsa komedi persis dengan menyusun sebuah one liner. Kita tidak diberikan waktu banyak untuk bisa sampai pada titik tawa. Berbeda dengan Sitkom dan Drama Komedi yang bisa berlama-lama dengan story, sketsa tidak memberikan banyak ruang untuk berbasa-basa. Mungkin memproduksi satu atau dua sketsa tidaklah begitu berat, tetapi untuk secara berkesinambungan menghadirkan sketsa yang bermutu, itu adalah beban kerja yang cukup menyulitkan. Ketika awal menggarap program ini, saya menyumbangkan 48 cerita sketsa, dan hanya cukup untuk enam episode. Setelah itu, kemarau ide cerita pun dimulai, dan ternyata itu tidak semudah yang dibayangkan.

Untungnya, kami bekerja dengan kru yang solid serta penuh kekeluargaan. Yang mau saling membantu mengatasi setiap tantangan yang hadir. Director, tim kreatif dan penulis yang terbuka dengan masukan. Demikian juga  tim editing yang paham mengenai sentuhan akhir, yang mana ini sangat penting peranannya, karena menurut saya comedy timing, itu ada ditangan editor. Selucu apapun cerita yang dibuat, sebaik apapun pengambilan adegan, dan sehebat apapun eksekusi pemerannya, hasil akhirnya ada ditangan editor. Tanpa editor yang baik, komedi bisa saja tidak tersampaikan. Dan diatas itu semua, saya berterima kasih untuk Pak Andi Chairil, Bang Ucok, dan Mas Eko, dan semua kawan-kawan di Trans 7 yang terlibat, atas kesempatan yang tidak ternilai harganya ini. Semoga bisa bekerja sama lagi dilain kesempatan.

Nusa Tawa mungkin masih sangat banyak kekurangannya. Eh, bukan mungkin sih, tapi memang demikian adanya, makanya tidak lagi dilanjutkan, hihihi. Tetapi saya pribadi sangat bangga dan bahagia pernah menjadi bagian dari program ini. Terutama karena bisa bermain dengan Putri Nere, Chun Funky Papua, Billy Beatbox, dan Ronny Lau (tanpa sedikit pun mengurangi rasa hormat dengan pemain yang lain). Karena kami berasal dari tempat yang sama, belahan Indonesia Timur. Dan bisa sejenak memperkenalkan cara kami bersikap, berbahasa, dan bercanda adalah suatu kesempatan yang masih sangat jarang. Ini adalah hal yang besar maknanya buat saya.

Nusa Tawa mungkin akan berakhir, tapi semangat kami untuk selalu hadir memperkenalkan jati diri generasi muda dari Indonesia Timur, tidak akan berhenti sampai disini. Karena Torang Juga Bisa.

Salam hangat, mamayo, yoksna, yombeks, kamu semua andalan. 

Danke....