Sabtu, 31 Oktober 2015

INDONESIA SEUTUHNYA

Tulisan ini diambil dari Kultwit saya tanggal 28 Oktober 2015, dengan hastag #IndonesiaSeutuhnya, dalam rangka memeperingati Hari Sumpah Pemuda.

Sumpah Pemuda bukanlah sesederhana ikrar yang diucapkan. Melainkan cara bersikap dikemudian hari. Jangan menjadi Pemuda Indonesia yang bersemangat membara setiap tanggal 28 Oktober saja, tetapi setiap saat. Menjadi Pemuda Indonesia itu gampang-gampang susah. Kita hidup di Tanah Air yang multi-kultur. Kemajemukan yang luar biasa inilah yang mendorong lahirnya Sumpah Pemuda agar kita menjadi Indonesia. 

Sedikit waktu yang kita jalani, selain hura-hura menjadi Anak Muda, sempatkanlah belajar tentang Indonesia. Sekarang ini saya melihat melonjaknya kebanggaan atas identitas lokal semenjak era keterbukaan, tentu ini merupakan hal baik. Tetapi harap diingat, kebanggaan kita akan identitas lokal, janganlah membuat kita lupa menjadi Indonesia.

Bahasa Indonesia sebagai salah satu yang diusung dalam Sumpah Pemuda, sukses mempersatukan kita. Meskipun demikian, Bahasa Daerah sebagai kekayaan Bangsa juga mesti dilestarikan. Saya selalu senang ketika ada Orang Jawa yang terkejut kalau saya ajak ngomong Bahasa Jawa. Atau orang Banjar, karena saya juga lumayan bisa berbahasa Banjar. Meskipun kosa kata saya tidak banyak. Meskipun tidak begitu lancar Bahasa Jawa dan Banjar, tetapi itu usaha saya untuk mencintai apa yang Indonesia punya.
Pun demikian, ketika saya hadir membawa identitas Indonesia Timur. Banyak yang bertanya dari mana asal saya sebenarnya. Sesungguhnya saya sangat senang ketika disangka Papua, Ambon, atau Flores. Meskipun saya ditakdirkan lahir di Kendari.

Bagi saya :
Kita tidak bisa memilih dimana kita dilahirkan, 
tetapi bisa memilih tempat-tempat yang kita cintai.
Kita tidak bisa memilih darah dan suku apa yang kita warisi, 
tetapi boleh menjadi bagian dari budaya suku manapun.

Ketika berikrar menjadi Indonesia, idealnya kita melihat semua yang Indonesia punya sebagai identitas kita. Saya selalu bangga jadi orang Wakatobi, saya pun cukup lancar berbahasa Pulo, bahasa asli Wakatobi. Tetapi minat saya cukup besar mempelajari apa yang suku lain miliki. Dan kalau bisa menjadi salah satu dari mereka. Karena bagi saya, setiap suku dengan bahasa dan adat istiadatnya adalah keindahan yang harus dinikmati. Terutama bahasa daerah. Kita seharusnya menggunakan Bahasa Indonesia, untuk menjadi Jembatan mengerti Bahasa Daerah lain. Jangan sampai Bahasa Daerah menjadi punah, hanya karena Anak Muda keliru memahami makna persatuan. Jadi, mari menjadi #IndonesiaSeutuhnya tidak peduli kamu Aceh, Jawa, Betawi, Cina, Arab, Ambon, Papua. Jadilah Indonesia.