Jumat, 27 Januari 2012

GOOD BYE, DANCING QUEEN

26 Januari 2011,... Sore ini kabar duka menghampiri. Nenek, ibu dari ayahku, menghembukan nafas terakhirnya. Meninggalkan kami selama-lamanya. Semoga amal ibadahnya di terima Allah SWT.
Tidak banyak memori yang bisa ku ingat dari sekian tahun bersamanya. Nenek bahkan sangat jarang bisa mengingat siapa aku sebenarnya. Maklum saja, beliau mengalami pukulan yang begitu besar sejak kehilangan anaknya dalam waktu yang hampir bersamaan. Dari cerita yang ku dengar, ayahku memiliki dua saudara laki-laki dan dua saudari perempuan. Tetapi ke empatnya meninggal, hingga menyisakan ayahku saja. Sejak itu nenek mengalami depresi yang dahsyat, ayahku yang saat itu masih balita juga kabarnya sempat ditelantarkan, karena nenek begitu meratapi kehilangan anaknya. Putra Sulungnya bahkan meninggal  tepat di hari pernikahannya. Hal inilah yang memberikan tekanan jiwa yang mendalam bagi Nenek. Depresi berat itu pun tidak pernah lagi pulih seutuhnya. Nenek tidak pernah lagi bangkit dari kenangan sedihnya selama bertahun-tahun selanjutnya.
Dari kisah-kisah yang pernah ku dengar, Nenek dahulunya adalah seorang Kembang Desa. Beliau adalah seorang penari. Pada masa itu, tarian masih merupakan sesuatu yang mistis dan dibawakan dalam upacara-upacara adat tertentu. Namanya adalah "Pande Sajo". Berbeda dengan penari jaman sekarang, yang banyak membentuk Girlband dan semakin jauh dari kebudayaan dan kepribadian bangsa. Menurut para tetua desa ketika pada suatu saat datang mengunjunginya, nenek sangat mahir dan menguasai beberapa jenis tarian. Beliau juga sempat menjadi guru tari sebelum musibah kematian putra-putrinya  itu terjadi. Bahkan dimasa tuanya, Nenek juga kerap mempraktekan kemampuannya. Jari-jarinya lentik dan gerakannya anggun. Jari-jari lentik itu bahkan menurun kepadaku. Menjadi aneh memang, seorang laki-laki dengan jari-jari yang lentik. Tapi biarlah, menyenangkan bisa mewarisi sesuatu dari beliau, dan lagi pula aku bukan penari, setidaknya sampai saat ini. Meskipun demikian, setiap melihat jariku sendiri, aku selalu teringat pada Beliau. (*Hening Sejenak)
Setelah kejadian meninggalnya anak-anak beliau, saudara-saudari ayahku, semua berjalan sulit. Nenek yang tidak lagi mampu melakukan kegiatan secara normal kemudian harus selalu diasuh dan dijaga oleh Mendiang Kakekku (semoga beliau juga mendapat tempat yang indah bersama-sama). Kakek secara de facto menjadi single parents. Bahkan harus mengurusi ayahku yang masih balita dan Nenek yang mengalami tekanan jiwa.
Aku mengenang Nenek sebagai sosok yang pemarah. Entahlah, beliau selalu saja berteriak-teriak jika menginginkan sesuatu. Aku sebenarnya takut berada didekatnya. Saat pertama kali tinggal bersama kami, aku masih duduk di bangku Sekolah Dasar. Nenek selalu saja memarahi Ayah. Nenek hanya terlihat bahagia jika Lebaran Idul Fitri tiba. Beliau akan mengenakan pakaian terbaiknya, juga selendang, dan menarikan beberapa tarian. Saat itu nenek akan bercerita tentang masa lalunya, lebih banyak mengenai anak sulungnya, yang menurut beliau masih hidup dan menantikan pernikahannya.
Setelah saya melanjutkan studi di Malang, menemui Nenek pada saat pulang mudik menjadi sesuatu yang benar-benar menyenangkan. Setelah beranjak dewasa, nenek justru mengira saya adalah anak sulungnya, mungkin wajah saya mirip. Beliau selalu memanggil saya dengan nama anak sulungnya, dan entahlah, meskipun aneh tetapi itu justru menyenangkan buatku. Seperti menjadi seseorang yang berharga buat beliau. Demikian pula ketika berpamitan untuk kembali ke Malang, selalu saja ku minta untuk menantiku hingga Lebaran berikutnya. Sekedar untuk sungkem dan meminta maaf. Dan lebaran yang lalu, aku mengingkari janji itu. Beberapa pekerjaan membuatku tidak bisa mudik kembali ke Sulawesi. Dan sepertinya nenek memutuskan untuk tidak menungguku lagi. (*Hening Lagi)
Penyesalan mungkin ada, namun moment itu tidak akan mungkin kembali lagi. Tapi keikhlasan adalah bagian dari do'a kita untuk melapangkan jalan mereka. Kematian pasti akan menghampiri kita semua. Biarlah do'a-do'a kami yang menemani perjalanan itu. Sampai jumpa di Hari Kebangkitan. Jari lentik ini akan selalu menjadi pengingatku. Goodbye Dancing Queen, Selamat Beristirahat. Semoga di terima disisi Sang Pencipta. Innalillahi wa Innailaihi Roji'un. ***


In Memories


Sitti Sapiah,... Safiyyah,... Sofia,... Love,...Cinta,....
Our Beloved Grand Ma,......



Minggu, 15 Januari 2012

DEAR MY BLOG..., HAPPY BIRTHDAY TO YOU,...

Tidak terasa setahun sudah kita bersama-sama,... Tepat 15 Januari setahun yang lalu, kita berdua sepakat untuk bekerja sama saling mengisi satu sama lain. Terima kasih untuk tetap setia hingga saat ini. Maaf kawan,.. saya sebenarnya sudah mempersiapkan kado yang indah untukmu. Malam ini saya perform Stand Up Comedy, dan saya berharap bisa tampil maksimal. Saya ingin menghiasi mu malam ini dengan cerita yang membanggakan. Seperti beberapa waktu yang lalu, ketika begitu banyak perasaan bungah yang bisa kubagikan kepadamu kawan. Tetapi semua tidak berjalan seperti rencana. Malam ini saya tidak dalam performa terbaik. Materi Stand Up saya gagal total. Saya bahkan Blank, dan kehilangan moment selama beberapa saat. Jadi sekali lagi maaf,... Kado Ulang Tahun untukmu tidak seperti yang kita bayangkan. Malam ini tidak ada cerita indah menghiasi halamanmu di hari jadimu yang pertama. It was My Fault... Forgive Me....

Hey,.. tapi jangan kecewa dulu. Aku membawakanmu sesuatu yang mungkin lebih berharga untuk dibagikan. Mungkin memang bukan cerita indah, tetapi ini juga tidak kalah special. Namanya adalah "Pengalaman Berharga". Biar ku ceritakan pengalaman berhargaku malam ini sebagai hadiah ulang tahun mu.

Baiklah, jujur aku berharap banyak malam ini akan menuai sukses. Hal yang ku gadang-gadang akan menghiasi halamanmu malam ini. Tetapi terkadang semua tidak berjalan sesuai rencana. Malam ini saya gagal menjawab ekspektasi penonton. Sebenarnya tidak ada yang keliru. Malam ini kami (Stand Up Comedy Indo Malang) mendapatkan serbuan penonton yang sangat antusias dengan Stand Up Comedy. Mereka tidak segan-segan untuk tertawa.., sangat apresiatif. Dan ketika giliran saya untuk perform, semua juga wajar saja. Opening nya berhasil menuai tawa.., Laugh Per Minute is done.., I get it. Saya pun merasa bahwa malam ini semua akan berjalan dengan lancar jaya. Jadi saya meneruskan materi seperti yang sudah disusun sebelumnya. Selang beberapa saat, moment kritis itu pun hadir. Sebuah Punch yang saya harapkan bisa menggelitik penonton, gagal. Garing, hadirin sekalian sunyi senyap, tidak ada tawa, dan perasaan gugup mulai merambat. Saya tetap berusaha mengejar Punch yang kedua..., dan kembali gagal. Dengan opening yang meriah seperti sebelumnya, saya tidak mempersiapkan diri untuk kehilangan respect pendengar seperti ini. Dan kepercayaan diri saya pun runtuh dalam sekejap. Dua Punchline yang gagal secara berturut-turut, itu diluar perkiraan saya. Lalu saya Blank, materi saya hilang entah kemana. Untuk melompat ke materi lainnya juga tidak mungkin,.. tema saya runtut dan sulit untuk dialihkan. Saya mengalami kekosongan selama beberapa menit. Itu buruk.

Jadi kenapa saya harus menuliskan pengalaman buruk ini justru di Hari Ulang Tahun mu,...???

Kawan,.. bukan pengalaman buruk itu yang ingin aku sampaikan malam ini. Tetapi pelajaran yang dapat ditarik setelah apa yang saya alami malam ini. Percayalah kawan, jika kita melihat sedikit lebih jauh makna yang tersembunyi dari kejadian buruk yang mungkin kita alami.., pastilah ada pesan tertentu yang dapat kita temui dari semua itu. Dan semuanya itu adalah pelajaran berharga yang pantas untuk dibagikan.

Saya akhirnya lebih menghargai panggung Stand Up Comedy. Jujur saja, dari semua panggung hiburan yang pernah ada, Panggung Stand Up Comedy itu adalah salah satu yang tergolong Kejam. Penghakiman dalam Stand Up Comedy begitu jelas, tegas, dan tidak ada pilih kasih. Anda tidak dapat memaksa penonton untuk menertawakan lelucon yang menurut anda mungkin lucu...!!! Dan itu juga tidak dapat di negosiasikan dan juga tidak dapat ditutup-tutupi. Semuanya berlangsung apa adanya, saat itu juga. Dengan atmosfir panggung yang seperti ini, sudah sewajarnya jika kita memberikan respect yang lebih terhadap Stand Up Comedy. Dua kali sukses melakukan perform dan mendapat sambutan tawa yang meriah dari penonton membuat saya lupa dan terlena. Saya mungkin dapat dikatakan meremehkan kekuatan panggung Stand Up Comedy malam ini. Dan saya pun mendapatkan ganjaran yang setimpal. punchline yang gagal, tawa yang hilang, closing yang buruk, dan diatas itu semua, saya Blank dan kehilangan kata-kata. Itulah keadilan. Saya bisa menerima ini semua. Apa yang saya alami malam ini adalah teguran untuk bisa lebih menghargai sesuatu.

Sebenarnya bukan hanya di dunia Stand Up Comedy saja. Okelah, mungkin di panggung itu ganjarannya lebih kasat mata dan spontan. Tetapi sebenarnya dalam aspek kehidupan apapun kita sebaiknya berusaha untuk lebih menghargai sesuatu, apapun itu. Dengan begitu kita mungkin akan lebih berhati-hati dalam memutuskan apa yang akan kita lakukan. Dalam pekerjaan, dalam melakukan study, dalam membangun hubungan sosial, atau dalam hal apa pun kita harus menunjukkan respect dan dedikasi. Sehebat apapun kita merasa menguasai sesuatu, suatu saat ada saja kemungkinan kita akan salah membaca situasi dan justru menjadi batu sandungan bagi kita pribadi. Sombong, mungkin itulah bahasa yang lebih sederhana dari apa yang coba saya sampaikan diatas. Kesombongan seringkali membuat kita teledor dan lengah. Kita merasa mampu dan overconfident menghadapi sesuatu. Dan ketika kita lengah seperti itu, maka tinggal menunggu waktu saja, ganjaran yang setimpal akan segera menghampiri. Sering-sering instropeksi diri, mungkin itu salah satu penawarnya. Tidak dapat dipungkiri bahwa terkadang kita terperosok dan khilaf. Itu sangat wajar karena kita hanyalah manusia biasa. Tetapi yang terpenting adalah bagaimana kita tidak terpaku dan menyerah, mencoba menarik pelajaran dari semua itu, kemudian mencoba memperbaiki kesalahan itu. Next Time kawan, Next Time... Saya pribadi selalu optimis bahwa akan ada lain waktu dimana kita kembali bangkit dan memberikan yang terbaik. Tentu saja dengan segala kerendahan hati dan dedikasi, bukan unjuk gigi dalam balutan kesombongan. Dan satu hal lagi, kegagalan malam ini tidak akan membuat saya kecewa atau pun menyerah. Saya adalah Comic Stand Up Comedy baik dalam keadaan lucu maupun tidak. Next Time Kawan,... Next Time,....

Baiklah kawan, mungkin hadiah Ulang Tahunmu kali ini bukanlah kisah yang ceria. Tapi setidaknya saya selalu berusaha jujur kepadamu. Itu yang kita sepakati sejak awal bukan. Percayalah kawan, selama kita bersama, saya tidak akan menghiasimu dengan kebohongan. Sekali lagi selamat ulang tahun untuk Blog ku tercinta. Terima Kasih telah menjadi tempatku berbagi kisah selama setahun ini. 
Semoga Panjang Umur...

PS :
Terima Kasih juga yang sebesar-besarnya untuk Kawan-kawan semua yang menyempatkan diri mampir dan membaca Blog ini,...semoga bisa memberi manfaat,....
______________________________________________________________

Ayo BLOG,... tiup lilinnya dan potong kuenya,.. jangan lupa Make a Wish... (^_^)

Senin, 02 Januari 2012

BUKAN SEKEDAR MELUCU (Part 1)

Saya mungkin tidak memiliki bakat entertainer atau mungkin tidak mencoba menggalinya. Namun ketika pertama kali melihat rekaman video Stand Up Comedy, dimana Raditya Dhika mengkritisi menjamurnya BoyBand di Indonesia, dengan gaya kocak dan tidak menggurui, saya jadi tahu apa yang harus saya lakukan. Begitulah seharusnya kita menyampaikan kritik di jaman seperti ini. Mungkin masyarakat sudah jenuh dengan banyaknya wacana idealis dan kritis yang disampaikan dengan wajah serius, tapi ujung-ujungnya menguap dan menghilang bersama waktu. Berbeda dengan cara penyampaian yang dilakukan melalui konsep Stand Up Comedy, apa yang disebut tagline, bisa membekas dalam kurun waktu lama dalam benak seseorang. Contohnya saja ungkapan "cemungudh Eaa Kakaaa" yang dilontarkan oleh Raditya Dhika untuk mengkritisi betapa gaya berbahasa anak-anak jaman sekarang begitu beragam dimana salah satunya adalah gaya bahasa gaul anak-anak Alay.
Jadi, saya pun berikhtiar untuk melakukan hal serupa, melakukan Stand Up Comedy. Menurut saya ada dua hal yang menjadikan media Stand Up Comedy ini patut untuk dimasyarakatkan Pertama, Stand Up Comedy merupakan bentuk komedi cerdas yang saat ini masih cukup langka.., dan Kedua, Stand Up Comedy tidak hanya mengenai celotehan-celotehan lucu atau anekdot semata, melainkan jauh didalamnya ada pesan moral dalam mengkritisi kondisi real yang berkembang di masyarakat.
Saya juga bosan menertawai orang yang mulutnya disumpal gabus...!!!

Saya lantas membaca tulisan Pandji Pragiwaksono yang diantaranya membahas mengenai cara melakukan Stand Up Comedy, ternyata memang sesuai judul tulisan tersebut, melakukan Stand Up Comedy itu memang "Susah Tapi Pasti Bisa"... bagian terakhir itulah yang saya genggam erat-erat didalam sanubari saya,.. Pasti Bisa,... Saya pun melakukan observasi dengan menyimak tayangan-tayangan rekaman video Stand Up Comedy, baik dalam maupun luar negeri. Mencoba mentertawakan lelucon Russel Peter sembari membolak-balik kamus Inggris-Indonesia, dan tertawa sembari manggut-manggut melihat lelucon Pandji mengenai legalisasi Ganja di Indonesia. Saya juga menemukan komunitas Stand Up Comedy di Kota Malang setelah melakukan browsing di dunia maya, berkenalan dengan salah satu anggotanya dan mencoba membangun komunikasi dengan mereka. Komunitas Stand Up Comedy Malang rupanya telah menghelat Open Mic pertamanya pada akhir oktober lalu, dan saya pun melewatkan moment tersebut. Tapi biarlah, saya juga belum menemukan materi untuk melakukan Stand Up Comedy ini, maka saya pun bersemangat menunggu moment berikutnya. Saya lantas berkonsultasi dengan Reggy Hasibuan, salah satu perintis Stand Up Comedy di Indonesia. Ia kebetulan cukup perhatian dalam membangun komunitas Stand Up Comedy di Kota Malang. Melalui Reggy, saya memperoleh beberapa informasi mengenai teknik menyusun skenario dan membangun potensi kelucuan saat melakukan Stand Up Comedy. Jadi, ternyata melakukan Stand Up Comedy itu ada tekniknya, itu juga saya baru tahu. Dengan dorongan moril dari Mas Tyok Adityo Setyo, saya pun memantapkan diri untuk menyusun sebuah skenario materi Stand Up saya yang pertama.

Akhirnya, pada pertengahan Desember lalu, 2nd Open Mic Stand Up Comedy Malang pun dihelat. Saya memberanikan diri untuk turut serta menyampaikan materi sebagai pengisi acara. Menjadi Comic (Comedian with Mic) itulah istilah untuk orang melakukan Stand Up Comedy. Setelah melakukan teknikal meeting, dan bertemu dengan comic-comic lainnya, saya juga menyempatkan diri untuk melakukan survey lokasi ke tempat event 2nd Open Mic ini diadakan, biar nantinya gak demam panggung. Benar saja, setelah survey sambil cangkrukan di Ria Djenaka Cafe yang akan menjadi venue event ini saya pun mendapat inspirasi tambahan dari poster yang dipajang disalah satu sudut ruangannya. Hebatnya lagi, poster itu juga tetap berada di Background Stage yang akan digunakan untuk perform Stand Up Comedy,.... Perfecto...!!! (Survey Lokasi memang sudah menjadi kebiasaan kami dengan latar belakang studi Tata Ruang, untuk lebih menguasai kondisi lapangan saat melakukan presentasi penataan ruang suatu daerah,.. jadi nyambung kan,...hohoho,..)

Tanggal 18 Desember 2011, 2nd Open Mic Stand Up Comedy Malang digelar, dan saya tampil sebagai Comic ketiga. Materi hanya sepintas saja ada dalam benak. Instruksi Reggy Hasibuan untuk menuliskan script secara detail tidak saya jalankan dengan baik. Fokus saya malam ini adalah, penonton harus tertawa, itu dulu, cukup itu saja dulu. Dan giliran saya tampil pun tiba. Comic pertama dan kedua telah cukup sukses membawakan materinya, dan sekarang saya, giliran saya, MC Neela Ida Milan telah mengumumkan nama saya,.. Inilah saatnya... Setalah satu tarikan napas panjang saya pun bergegas menuju panggung pertunjukkan. Dalam beberapa detik kemudian, saya menemukan diri saya berdiri sendiri saja diatas panggung hanya ditemani sebuah gagang microphone, dan semua mata tertuju kepada saya. Saya membatin lagi, ini harus sesuai bayangan saya, saya akan lucu dan kalian akan tertawa, begitulah kira-kira makna yang tersirat ketika saya membalas tatapan mata para penonton. Saya pun meluncurkan kata sambutan, merangkul poster muram wajah Jimi Hendrix yang ada dilatar panggung sebagai materi saya, dan tawa itu pun pecah..., syukurlah....

Tawa para penonton yang berderai itu ibarat oase ditengah gurun. Untuk bentuk pementasan seperti Stand Up Comedy ini, penilaiannya sangat Subyektif dan Spontan. Jadi anda tidak dapat memaksakan seseorang untuk mengapresiasi anda atau memohon untuk mereka tertawa ketika menyampaikan lelucon anda. Sehingga ketika pertama kali mendengarkan tawa penonton berderai saat saya menyampaikan materi, itu seperti mendengar orasi Bung Tomo yang memompa semangat Arek-arek Suroboyo ketika perang mempertahankan kemerdekaan,... dan semangat saya diatas panggung Stand Up Comedy pun terbakar. Tawa penonton itulah yang membuat saya berani untuk terus mengeksplorasi materi pertama saya diatas panggung Stand Up Comedy selama kurang lebih 8 menit. Sungguh delapan menit yang berharga. Delapan menit itulah yang membuktikan bahwa saya bisa melakukannya dan saya sudah memulainya. Setelah pertunjukan pertama itu saya tidak bisa berhenti memikirkannya. Seperti tidak sabar untuk menanti kesempatan berikutnya.

Saya kecanduan melakukan Stand Up Comedy.

***

Pertama kali melakukan Stand Up Comedy, 
Event 2nd Open-Mic StandUp Comedy Malang,
18 Desember 2011 @Ria Djenaka Cafe, Malang