Jumat, 25 Desember 2015

PUSARA KEADILAN

Saya ingin menulis untaian kata-kata ini
Untuk mengingat bahwa pada penghujung tahun ini
Terjadi sebuah tragedi kemanusiaan di Kabupaten Nduga, Papua

Puluhan balita di Papua meninggal karena penyakit
Dan hanya sedikit yang peduli
Lebih banyak yang tidak mengetahui bencana ini pernah terjadi
Mereka itu yang menutup mata dan telinga itu
Adalah mereka yang selama ini berteriak mengaku sebangsa
Tetapi kemana perhatian mereka ketika bocah-bocah itu pergi

Pejabat sibuk meributkan hasil alam di bawah tanah yang mereka huni
Seolah begitu peduli, akan perompakan isi bumi yang sudah berpuluh tahun itu
Mereka semua mendadak jadi pahlawan yang membela tanah pribumi
Tetapi korban jiwa terus berjatuhan pada hari itu
Sebagian lain sibuk meributkan isi celana para artis
Yang kabarnya diperdagangkan kesana-kemari
Sungguh berita yang begitu hangat untuk diperbincangkan
Kematian puluhan balita terlupakan, lewat begitu saja.

Media di negara ini memang aneh bin ajaib
Satu orang anak artis yang lahir diberitakan sehari semalam
Puluhan anak di Papua meninggal, sekelebat begitu saja
Mungkin salah anak-anak yang meninggal itu
suruh siapa bapak ibu mereka bukan artis
Bapak ibu mereka hanya masyarakat pegunungan di Papua
Jauh juga, tidak perlulah kita peduli dan tahu keadaan mereka
Ini membuat saya sedih setengah mati
Bagaimana kita mau berharap empati di Tanah Air ini
Ketika masyarakat kita lebih banyak disuapi
dengan berita selangkangan
daripada kematian puluhan balita.

Sejak awal bulan November hingga pertengahan Desember
Puluhan balita di Papua meninggal karena wabah penyakit
Banyak yang tidak mengetahui dan hanya sedikit yang mengabarkannya
Rintihan pilu duka lara itu lenyap diantara hembusan angin pegunungan
Inilah potret nyata bangsamu yang mengaku ramah itu
Potret yang membuat saya sedih dan malu pada mereka
Tetapi saya pun hanya bisa mengabarkan saja

Dan mengingat melalui tulisan sederhana
Mengenang malaikat-malaikat kecil yang pergi dalam dingin malam
Yang terambil dalam keadaan lapar, sesak dan tubuhnya panas tinggi
Dalam rangkulan ibu dan bapaknya yang hanya bisa memanjatkan doa
Semoga kedamaian menyertai kalian semua
Dan kami diampuni Tuhan karena ketidak adilan ini

Tulisan ini adalah sebuah pusara
Pengingat bagi saya atas ketidak adilan yang terus terjadi








3 komentar:

  1. Assalamu 'alaikum, Bang Arie.
    Saya setuju dengan tulisan di atas. Kebanyakan dari kita hanya melihat di satu daerah saja. Jarang ada yang melihat saudara-saudara kita di daerah lain. Terkadang kita lupa ada saudara kita yang berada jauh dari Ibukota negeri ini.

    BalasHapus
  2. Soe Hok-Gie versi Timur .. cool!

    BalasHapus
  3. Benar skali kk Arie 👌👍

    BalasHapus